Jumat, 30 Oktober 2009

Tante Juliet

Terus terang aku naksir sama Dwi yang ramah ini. Walaupun tubuh tante Juliet lebih matang dan menggiurkan, aku tak mencoba untuk naksir, sebab selain aku menaruh hormat sama dia, juga seleraku hanya kepada wanita yang lebih muda saja. Jadi, Dwi-lah sasaranku. Kaki Dwi sungguh indah. Panjang, mulus dan dihiasi bulu-bulu halus, apalagi pahanya. Aku sangat menikmati kalau ngobrol dengannya di ruang tengah atau di ruang tamu. Dwi kalau di rumah senang mengenakan T-shirt ketat dan celana pendek. Ngobrol sambil sesekali mencuri pandang ke paha mulus berbulu halusnya. Aku nggak tahu apakah Dwi udah punya pacar atau belum, kawannya banyak. Kenal makin dekat sama Dwi membuatku semakin bernafsu untuk menggeluti tubuh idealnya. Faktor lain yang membuatku bernafsu adalah aku yakin Dwi masih perawan.

Terus terang aku bukannya belum pernah berhubungan seks. Walaupun masih kuliah, aku pernah berhubungan seks dengan X orang, tapi baru sekali merasakan perawan. Yang pertama, keperjakaanku kuserahkan kepada mahasiswi perguruan tinggi swasta yang sudah tak perawan lagi. Namanya Niken makanya aku sering dipanggil "SonKen (Sony Niken)". Beberapa kali aku menikmati seks sama dia sampai dia dropp-out dan akhirnya "jualan" diri. Hubunganku putus. Yang kedua, ini yang menarik, dengan sahabatku, teman kuliah seangkatan (2 th lebih muda dariku). Kami sebenarnya hanya teman akrab saja, sering belajar bersama, bahkan tidur bersama (tidur beneran lho!), dia sering menginap di kamarku kalau kami mengerjakan tugas sampai larut malam. Juga aku sering menginap di kamarnya, tapi tak terjadi "apa-apa", orang cuman sahabat erat. Setelah 2 tahun amat dekat, terjadilah.. Aku benar-benar terharu dia dengan ikhlas menyerahkan segalanya kepadaku dan tak menyesalinya. Hubungan seks dengan perawan dan disusul hubungan2 berikutnya memang luar biasa nikmatnya!

Kembali ke Dwi. Aku begitu bernafsu ingin menyetubuhi Dwi karena sudah pernah mengalami nikmatnya perawan. Hanya, kesempatannya yang belum kudapatkan, sampai pada suatu saat ..
Pagi-pagi sekitar jam 6 lewat. Aku mencari-cari buku lama yang kutaruh di gudang. Letak buku-bukuku rupanya ada yang memindahkan. Aku harus memindahkan peti milik temenku untuk mencapai barangku dalam gudang yang sempit dan tak berlampu itu. Dengan susah payah kugeser peti yang lumayan berat itu, dan dari bawah peti, seberkas kecil sinar yang sumbernya dari lantai bawah menarik perhatianku. Kuintip ke bawah, tak begitu jelas. Nakalnya, aku mulai mengorek dempul di antara 2 papan lantai gudang itu agar pandangan ke bawah lebih jelas, itu kamar mandi!

Kamar mandi siapa? Aku coba me-reka. Kamarku tepat di atas dapur, terus gudang ini di sebelah agak ke depan dari kamarku. Jelas, ini kamar mandi keluarga Dwi dan keluarganya! Untung aja bukan kamar mandi anak kost di bawah yang dua2nya batangan. Berarti, aku punya peluang buat mengintip Dwi lagi mandi! Kuintip ke bawah lagi, persis di atas bak air. Lagi enggak ada orang. Kukorek lagi dempul itu agar mendapatkan posisi "strategis", bisa mengamati ruang buat mandi. Berikutnya, kuatur barang2 di gudang supaya aku dapat ruang yang nyaman buat mengintip. Membayangkan Dwi yang lagi mandi disitu dan akan tampak jelas tubuhnya dari depan atas, penisku ngaceng. Tapi lubang itu tampak nyata sehingga orang yang masuk gudang akan tahu ada lubang di situ, sebab berkas sinar dari bawah makin jelas. Ada akal, tindih aja pakai peti, sewaktu diperlukan tinggal menggeser petinya. Tapi kenapa musti pakai peti? Akhirnya lubang itu aku tutup aja pakai kardus yang berisi barang2 ringan supaya mudah menggesernya. Beres. Kalau pintu gudang itu selalu tertutup, mudah2an lubang buatanku itu tak tampak dari bawah. Beberapa menit aku nongkrong di gudang berharap Dwi akan mandi, penantian yang sia-sia. Sekarang hampir
setengah tujuh, jelas aja Dwi udah berangkat sekolah.

Kubersihkan bekas korekan dempul lalu tutup lubang itu dengan kardus, aku keluar. Baru beberapa menit aku membaca buku di kamar, kudengar pelan suara guyuran air di bawah sana. Nah! Bergegas aku ke gudang, tapi ragu-ragu. jelas bukan Dwi yang mandi, mungkin Tante Juliet. Ah engga enak lah. Ada rasa segan mengintip
tubuh wanita molig yang kuhormati itu. Kuurungkan niatku, aku balik ke kamar. Suara guyuran air itu membuatku membayangkan Dwi yang mandi dan "adik"ku berdiri lagi. Pikiran kotorku segera muncul, Dwi dan Ibunya kan sama2 "gitar", sama2 mulus dan indah, bahkan ibunya punya buah dada yang lebih besar, kenapa nggak dicoba? Kan cuma mengintip aja. Singkirkan dulu rasa hormat itu. Okey, aku ke gudang lagi, menyingkirkan kardus dan mengintip. Sialan! Pak Fadli rupanya. Sekejap kemudian aku balik ke kamar lagi. Tapi aku mendapatkan kenyataan bahwa posisi mengintipku memang benar2 strategis.

Besok pagi aku harus bangun lebih pagi. Suatu tugas yang berat sebab aku biasa bangun siang. Tapi demi tubuh Dwi yang mulus menggairahkan. Esok harinya aku dibangunkan waker tepat jam 6. Sejenak aku mikir, kenapa aku setel waker pagi2 benar? Suara guyuran air itu yang mengingatkanku. Cepat2 aku ke gudang, menyingkirkan kardus, menutup pintu gudang, dan mengintip. Sialan lagi!Memang benar Dwi yang lagi mandi, tapi sudah selesai. Aku hanya sempat menikmati bahu dan punggung mulusnya dan sedikit belahan di dada. Tubuh mulusnya sudah tertutup handuk dan siap mau keluar. Besok harus lebih pagi!Hari berikutnya, mungkin karena takut telat bangun, jam 4 pagi aku sudah melek. Dan jam 5 tepat aku sudah ambil posisi di gudang yang tertutup, menunggu. Kira2 setengah jam aku menunggu, pertunjukan dimulai..

Lampu kamar mandi menyala, berkas sinar masuk, aku bersiap. Benar Dwi dengan Tshirt dan celana pendek masuk. Aku berdebar. Dibuka kaosnya melalui kepala sehingga tampaklah BH warna merah. Belahan susunya makin jelas ketika dia menunduk melepas celana pendeknya. Dan makin jelas lagi ketika BHnya dia lepas juga. Wow .. susunya! Ukurannya sedang2 aja, tapi benar2 membulat. Ujung buah dadanya bulatan coklat yang amat kecil dan putingnya begitu kecil hampir tak tampak. Khas buah dada seorang ABG. Wow keren.. CD warna merah muda dilepas juga. Jembutnya hanya sedikit diujung selangkangannya. Tadinya aku mengharapkan lebatnya jembut, sebab kaki dan lengan Dwi berbulu. tapi justru aku bisa menikmati gundukan kewanitaan Dwi yang mulus. Penisku tegang. Kupelorotkan kolor celana pendekku dan mulai mengelus-elus batangnya. Di rumah aku memang biasa memakai oblong dan celana kolor pendek tanpa CD.

Aku mulai mengocok waktu Dwi menyabuni tubuh mulusnya. Kocokan tambah cepat ketika dia dengan agak lama menyabuni sepasang buah dadanya, sambil meremas-remas seolah memang sengaja merangsangku. Sampai akhirnya aku tak bisa menahan lagi untuk menyemprotkan air maniku ketika Dwi mengucel-ucel susunya dengan handuk.. Sejak itu, mengintip Dwi mandi menjadi "tugas wajib"ku yang rutin. Kadang sampai muncrat, seringnya hanya "menggantung". Kalau tak bisa "nyampai" begini, aku meneruskan kocokanku di kamar sambil berkhayal menyetubuhi Dwi. Tak enak memang kalau hanya "menggantung" saja. Begitulah kerjaanku hampir setiap hari, sampai pada suatu pagi seseorang memergoki tingkah rutinku ..
Rutinitas membuat jenuh.

Pagi itu sehabis ngintip Dwi aku tak berhasil orgasme. Maklum, pemandangan yang sama dan rutin, mengurangi efek rangsangan. Aku benar2 ingin meningkat dengan menyetubuhi Dwi, tapi kayanya tak mungkin.. Gagal mencapai puncak, kusimpan kembali penisku lalu duduk di kasur.
"Dik Son.." Seseorang memanggilku, kaya'nya suara tante Juliet.
"Ya tante"
"Tante ingin bicara, boleh masuk?"
Bergegas aku berbenah diri, untung penisku udah cukup surut sehingga tak menonjol di kolor tanpa CDku. Aku membuka pintu, di depanku berdiri tante Juliet dengan dasternya seperti biasa. Wajahnya kelihatan lebih segar, jadi makin tampak putih. Daster yang biasa dipakai itu memang agak ketat, cukup menonjolkan lekukan tubuhnya.
"Silakan masuk tante" kataku hormat.
"Tumben, pagi-pagi, ada apa tante" lanjutku.
Tante Juliet masuk, menutup kembali pintu kamarku, dan duduk di kursi belajarku, satu2nya kursi yang tersedia. Aku kembali duduk di kasurku menyender ke dinding. Tante Juliet duduk menghadapku menyilangkan kakinya. Karena posisiku lebih rendah, aku "terpaksa" mengamati sepasang kaki indah tante Juliet. Ternyata lebih indah dari punya Dwi. Aku sama sekali tak pernah mengamati tante Juliet, karena memang minatku pada anaknya. Baru kali ini aku menikmati kaki indahnya.

"Gini Son.." tak berlanjut. diam agak lama.
"Kenapa tante..?"
"Tante mau bicara langsung saja ya .." katanya.
Tiba-tiba aku berdebar. Ada apa nih, mungkinkan dia menyuruhku pindah sebab aku dengar ada keponakannya yang baru masuk Unibraw jurusan bahasa Inggris dan sedang cari tempat kost? Semoga jangan deh, aku udah amat betah di sini, lagian aku bisa kehilangan Dwi..
"Tante tahu apa yang Dik Sony kerjakan tiap pagi.." suaranya pelan, halus, tapi bagi telingaku bagai petir di cuaca buruk, menggelegar. Memang sudah hukum alam, barang busuk toh akhirnya tercium juga. Aku tak menjawab, hanya tertunduk malu, amat malu. Bayangkan, orang yang aku hormati ini tahu setiap pagi aku mengintip anak gadisnya mandi ..
"Kenapa Dik Sony lakukan hal itu..?"
"Hmm.. eh .." gugup banget, keringat dingin.
"Kenapa Son..?"
"Maafkan saya tante.." hanya itu.
Dia diam menunggu kalimatku berikutnya.
"Dwi kan Sony anggap adik sendiri" lanjutnya lagi setelah aku membisu.
"Benar tante, mohon tante maklum"
"Maklum apa Son"
"Umur saya sudah cukup untuk menikah, tapi sekolah belum selesai, jadi saya suka me ..itu"
"Masturbasi maksud Dik Sony?" langsung aja tante ini.
"Benar tante, saya hanya membutuhkan rangsangan untuk melakukan itu" lancar aja jawabku sekarang.
"Okey, tante bisa memaklumi, cuman tante khawatir kalau Sony keterusan trus berbuat ke Dwi"
"Enggak dong tante.."sahutku cepat.
"Okey, Sony janji ya?" katanya sambil bangkit dan ikut duduk di kasur di sebelahku.
"Dwi itu masih kecil dan belum pernah kenal lelaki" katanya lagi.
Benar juga dugaanku, Dwi masih perawan.
"Saya janji tante"
"Jangan teruskan ya, Son?"
"Baik tante. Tapi tante nggak bilang bapak kan?"
"Tergantung.."
"Tergantung apa tante..?" tanyaku sambil mulai berani memandang wajahnya, ingin tahu. Aduhh.. daster tante berkancing di tengah-tengah dadanya. Diantara dua kancing itu ada tepi kain yang menganga menampakkan sedikit bulatan daging putih, tepi buah dada tante.

Dasar kurang ajar, udah dimarahin masih sempat juga mencuri pandang ke dada montok tante..
"Ada syaratnya Son" katanya sambil meluruskan kaki dan menumpangkan kaki kanannya di atas kaki kiri. Tepi dasternya sedikit tersingkap menampakkan sedikit paha yang putih dan mulus itu..
"Apa tante?" mendadak penisku mulai menggeliat. Celaka nih, aku tak pakai CD.
"Satu, kamu tak boleh mengulangi lagi"
"Sony kan udah janji tante"
"Dua, jangan sekali-kali mengganggu Dwi"
"Sony udah janji juga khan tante"
"Tiga .." Diam.
Lagi2 aku memandangnya menunggu. Tante masih membisu, menatap tajam mataku. Aku "ngeri", mataku sedikit ke bawah menghindari tatapannya, justru menemukan pemandangan lain. Dada besar tante Juliet bergerak naik-turun seirama alunan nafasnya yang ternyata mulai memburu! Ada apa nih?
"Yang ketiga apa tante?" tanyaku
Tante Juliet masih diam, masih tajam menatapku, nafasnya tambah ngos-ngosan. Aku makin bingung!

Tiba2 tante Juliet melepas kancing dasternya yang paling atas, perlahan tapi pasti lalu kancing kedua, dan stop. Belahan dada putih itu terhidang di depanku. Belahan "dalam" yang menunjukkan bulatnya buah kembar disamping kiri dan kanannya. Penisku makin tegang! Masih menatap tajam, diraihnya tanganku dan dituntunnya ke belahan itu. Aku langsung merasakan lembutnya dada tante. Tante Juliet menginginkanku? Tapi aku kurang yakin, tanganku masih pasif menempel di dadanya.
"Yang ketiga.. Sony harus memuaskan tante.." barulah aku yakin. Tanganku langsung bergerak menyusup dan meremas. Baru aku menyadari ternyata Tante Juliet tak memakai BH. Kenapa tak kulihat dari tadi? Memang nggak ada niat sih. Sekarang sih berminat, tongkolku udah ngaceng..
"Ooohh.. terus Son.." reaksinya ketika aku makin semangat meremasi dadanya. Benar2 dada
istimewa, besar, lembut halus, putingnya sudah mengeras, tapi tentu saja tidak sekenyal dada sahabat sekuliahku yang kuperawani. Tante merebahkan tubuhnya ke kasur terlentang. Aku langsung menindih tubuhnya. Empuk.. Kedua tangannya meraih kepalaku dan kami lalu berciuman, ciuman panas, lidah bibi begitu "ganas" mengerjai mulutku.

Tangannya ke bawah memelorotkan kolorku dan langsung menggenggam penisku. Dilepaskan ciumannya dan matanya melirik ke bawah.
"Punya Sony keras dan ohh.." desahnya. Kusingkirkan tepi2 kain dasternya sehingga buah dadanya secara utuh terbuka, lalu kuserbu dengan mulutku. Dengan gemas bukit kembar itu aku ucel-ucel. tante mengerang menikmati ucelanku. Tapi melarangku untuk menggigiti buahnya.
"Jangan Son. Entar berbekas Son.." desahnya. Benar juga. Tanganku juga kebawah menyingkap dasternya dan menelusup CDnya. Basah kuyup.. lalu kupermainkan itilnya dengan ujung telunjuk.

"Oooghh.. Sonn.." desahnya lagi.
Tak hanya itilnya, jariku terus ke bawah, menusuk.
"Oow!, pelan-pelan dong Son.."
Cepat2 kutarik jariku, lalu menusuk lagi, perlahan.
"Aahh.. teruss.. Son.. lebih dalam.. ohh.. sedapp.."
Liang vaginanya makin membasah. Tiba2 tante Juliet menolak tubuhku, jariku terlepas. Tante langsung melepas kolorku, penisku mencuat.
"Ayo Son.. masukin ya.. tante udah nggak tahan nih.." pintanya.
Kulepas dasternya dan kupelorotkan CD, jembutnya tebal, itilnya menonjol gede.. Tapi lubangnya kok engga kelihatan? Tubuh telanjang tante Juliet tergolek dengan kaki terbuka lebar. Masa sih.. liang memiawnya begitu sempit? Kubuang oblongku. Kutempatkan kedua lututku di antara pahanya yang mengangkang, kutempelkan penisku di bawah *****-nya.
"Pelan-pelan.. ya.. Son.. tante udah lama engga ngerasain beginian.."
"Iya tante"
Udah lama nggak pernah? Aku mulai menusuk.
"Ohh.." busyet, mentok. Tekan lagi dengan menambah tenaga. Uuhh, sempitnya. Rasanya aku tak percaya. Wanita matang berusia sekitar 35 tahun ini kok punya liang vagina yang sempit banget.

Sambil menggoyang pinggul, aku menambah tenaga tusukanku lagi. Nah, masuk deh.
"Aaahh.. terus Son.. ohh.." desahnya sambil menggoyang badannya maju-mundur-kanan-kiri.
Tusuk lagi sampai penisku tertelan habis. Terasa banget jepitan dinding vaginanya dan di ujung sana terasa ada "tembok" yang mengelusi kepala penisku. Aku mulai memompa. Pompaanku dibalas. pinggulnya bergerak-gerak "aneh" tapi efeknya luar biasa. Penisku serasa dilumati dari pangkal sampai kepalanya. Lalu masih ditambah dengan variasi. Ketika pinggulnya berhenti dari gerakan aneh itu, tiba-tiba aku merasakan jepitan teratur di dalam sana, sekitar 4-5 kali denyut menjepit, baru bergoyang aneh lagi. Wah, tak kusangka, sedap juga wanita dewasa ini. Menyesal aku karena selama ini tak memperhatikannya. Wanita dengan wajah yang biasa2 saja, tubuh molig, punya ketrampilan berhubungan kelamin yang istimewa.. Gerakan anehnya makin bervariasi. Terkadang aku malah meminta tante Juliet berhenti bergoyang buat menarik nafas panjang. Lumatan dinding2 vaginanya pada penisku membuatku geli2 dan serasa mau 'nyampe'.

Aku tak ingin cepat2 sampai, masih ingin menikmati "elusan" vagina. Tapi tante Juliet makin galak, gerakannya makin liar ..
Hingga aku menyerah, tak mampu menahan lebih lama lagi. Justru aku makin cepat bergerak mengimbangi goyangan pinggulnya. Aku sedang menuju klimaks, mendaki puncak, saat2 yang paling nikmat.. Dan akhirnya.. pada tusukan yang terdalam, kusemprotkan maniku kuat2, aku mengejang, melayang.., menggetar.. Pada detik-detik aku melayang tadi, tiba-tiba kakinya yang tadi mengangkang, diangkat dan menjepit pinggulku kuat2. Amat kuat. Lalu tubuhnya mengejang beberapa detik mengendor dan trus mengejang lagi..

"Aaahh.." tante Juliet benar2 teriak.
Aku khawatir teriakannya terdengar sampai lantai bawah, makanya kututup mulutnya dengan mulutku. Beberapa detik dia histeris. lalu jepitan kakinya terasa mengendor.
Kakinya jatuh ke samping. Tangannya juga. Dia rebah dan lemas ..
"Terima kasih Son.." bibirku diciumi.
"Saya juga tante.." kataku jujur.
"Sony hebat lho.. Son..?" katanya lagi.
"Kenapa tante?"
"Udah lama tante puasa lho.."
"Ah masa sih.."
"Benar Son"
"Emangnya bapak.."
"Dia impoten Son, udah lama nggak beginian Son.." sambil memelukku.
"Tante jangan bilang ke bapak ya"
"Iyaa dong Son, gila apa"
"Maksud saya, tentang mengintip itu.."
"Jangan khawatir Son, asal Sony.."
"Syarat yang ketiga? syarat yang nikmat begini sih okey aja tante" potongku.
Tante Juliet langsung menciumi mukaku.
Dari pengalamanku bersetubuh dengan tante Juliet, aku mendapatkan pelajaran baru yang bisa mengubah persepsiku tentang wanita:"Umur belasan atau tigapuluhan ternyata sama nikmatnya, tergantung ketrampilannya dalam bermain".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar